Minggu, Maret 27, 2011

KELAYAKAN DAN PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERIPANG SKALA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN POMALAA KABUPATEN KOLAKA

KELAYAKAN DAN PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERIPANG SKALA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN POMALAA KABUPATEN KOLAKA

FEASIBILITY AND DEVELOPMENT PROSPECT OF SMALL SCALE SEA CUCUMBER AGRIBUSINESS IN POMALAA DISTRICT, KOLAKA

Abd. Haris, La Ode Muh. Aslan, La Onu La Ola, Yenni Buraera,

Roslindah Dg Siang, Nurdiana A, Sarini Y. Abadi, dan Haslianti

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,

Kampus Bumi Tridharma, Anduonohu, Kendari 93232

ABSTRACT

Sea cucumber is widely cultivated of many people in Pomalaa District. The aim of this research was to analyze feasibility and development prospect of small scale sea cucumber agribusiness in Pomalaa District. The research was conducting from July – August 2008 in sea cucumber farmers of 86 farmers was taken as respondents. Data consisted of primary obtained through face to face interviews with respondents, and secondary data obtained from related goverment institution. R.C ratio dan Profitability Ratio were used to find out the fiasibility of sea cucumber agribusiness. While development prospect was determined using technical, social economic and environment indicators. Economic prospect was analyzed mainly by Break Even Point (BEP) Analysis, while feasibility tally sheet table was used to find out its prospect from technical, social and environment viewpoints. Research result showed that : (1) Small scale sea cucumber agribusiness was financially feasible with the annual net profit amounting to Rp230.501.833 per 11.200 m2 of cage culture, R/C = 5,4 and profitability = 439,88 %; (2) from economic aspect, actual production volume of small scale sea cucumber agribusiness of 106,96 kg a year has been above the Break Even Point (BEP) of 6,78 kg a year; (3) from technical and social aspect, the small scale sea cucumber agribusiness in the study area has a good prospect to be developed in the future, but from environmental aspect the small scale sea cucumber agribusiness in Pomalaa District is not suitable anymore due to the mud and heavy metal sewage from mining area of PT. Antam Pomalaa. In short, the research has recommended the following: in the short term small scale sea cucumber agribusiness still feasible to be continuous but in the long term it is not feasible continuous. Linking tolerance of budidaya sea cucumber have improper, hence sea cucumber culture should be removed to other area or far from mine location.

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Kolaka merupakan salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara yang sangat potensial untuk pengembangan agribisnis budidaya teripang. Hal ini didukung oleh luas perairan yang mencapai 15.000 km2 dimana lahan potensial untuk budidaya laut seluas 7.000 ha yang tersebar di Kecamatan Tangketada, Pomalaa, Samaturu dan Wolo. Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka terdiri dari 12 desa/kelurahan dengan luas wilayah kurang lebih 333,82 km2 dengan garis pantai sepanjang 25,13 km (DKP Sultra, 2007). Kecamatan Pomalaa cukup potensial untuk membudidayakan teripang dan merupakan wilayah yang menjadi sentra budidaya teripang. Jumlah produksi teripang di Kecamatan Pomalaa yang semakin meningkat dari 3,7 ton pada tahun 2003 menjadi 7,02 ton pada tahun 2007 (DKP Kab. Kolaka, 2007). Hal ini karena harga teripang yang makin tinggi sehingga minat masyarakat untuk membudidayakan teripang semakin tinggi, dapat dilihat dari jumlah pembudidaya teripang pada tahun 2007 semakin banyak yaitu 86 orang. Namun kendala yang mulai dirasakan oleh pembudidaya adalah karena lokasi budidaya teripang berada di wilayah areal pertambangan PT. Antam Pomalaa sehingga dapat mengganggu keberlanjutan usaha budidaya teripang pada masa yang akan datang.

Mengacu pada gambaran tersebut, maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial serta prospek teknis, sosial dan lingkungan pengembangan agribisnis teripang di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai acuan bagi pembudidaya teripang, masukan bagi pemerintah, dan referensi tambahan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan pengembangan budidaya teripang.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hakatobu dan Desa Tambea Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka mulai bulan Juli sampai Agustus 2008.

2.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pelaku usaha budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa yang berjumlah 86 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional random sampling yakni dengan mengambil sampel secara acak pada desa-desa yang menjadi lokasi budidaya teripang dengan jumlah yang dapat mewakili populasi pada masing-masing desa. Jumlah sampel secara keseluruhan ditentukan dengan rumus :

n = (Rasyid, 1994)

Dimana : n = Jumlah sampel penelitian, N = Jumlah populasi, δ = Prepesisi yang ditetapkan yaitu sebesar 10 %, 1 = angka konstanta; sehingga total unit sampel = 46 orang.

Sampel sebanyak 46 orang tersebut diaplikasikan pada kedua desa sentra budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa secara proporsional dengan menggunakan rumus menurut Rasyid (1994) sebagai berikut:

ni = x n

dimana : ni = banyaknya sampel dari setiap desa (i = 1, 2), n = banyaknya sampel penelitian, Ni = Banyaknya populasi, dari setiap desa (i = 1, 2)

2.2. Variabel Penelitian

Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi : Identitas pembudidaya teripang, bahan dan alat yang digunakan dalam budidaya teripang, parameter lingkungan teknis dan sosial budidaya teripang, biaya produksi, hasil produksi, dan nilai produksi teripang.

2.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kelayakan finansial usaha budidaya teripang digunakan analisa Pendapatan, R-C ratio dan kriteria Marginal Efficiency of Capital (MEC) sebagai berikut :

1) Analisa Pendapatan

P = TR – (TC + Tax) (Ibrahim, H.M. Yacob. 2003)

2) Analisa R-C Ratio dengan rumus sebagai berikut :

(Djamin, Z. 1993 ; Umar, M., 2003)

Dimana : Y = Jumlah produksi untuk setiap periode produksi, Py = Harga hasil produksi (Rp/kg), VC = Biaya variabel, FC = biaya tetap, Jika R/C 1 berarti tidak layak secara finansial.

3) Profitabibitas dengan rumus sebagai berikut :

(Djamin, Z. 1993 ; Umar, M., 2003)

Dimana : R = Penerimaan, C = Biaya Total, Jika π > tingkat bunga bank berarti usaha layak secara finansial, Jika π = Tingkat bunga bank berarti break even point, Jika π < tingkat bunga bank berarti usaha tidak layak secara finansial.

b. Untuk mengetahui prospek ekonomisnya digunakan analisa Break Even Point dengan rumus sebagai berikut :

(Downey dan Erickson, 1992)

Dimana : BEP = Jumlah hasil teripang dimana usaha mencapai titik impas, BT = Biaya tetap usaha Budidaya Teripang, HU = harga jual per kg teripang yang dihasilkan, BV = biaya variabel untuk setiap kg teripang yang dijual.

Apabila BEP yang dicapai lebih kecil dibandingkan dengan volume permintaan teripang maka berarti usaha teripang masih prospektif.

c. Untuk mengetahui prospek lingkungan teknis dan sosial digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan feasibility tally sheet menurut Djamin (1993) sebagai berikut :

Aspek Penilaian

Faktor Pembatas

Ranting

Cl

Cb

Ci

Cp

Ck

Cf

Cu

Ct

Cm

Cj

Cs

Teknis

Ekonomis

Sosial

Lingkungan

Keterangan :

Cl = constraint lokasi (arus gelombang, angin, kedalaman air dan dasar perairan), Cb = constraint bahan pembuatan kurungan, Ci = constraint bibit teripang, Cp = constraint pakan, Ck = constraint kualitas air (salinitas, pH, kecerahan dan suhu air), Cf = constraint manfaat finansial, Cu = constraint skala usaha (BEP), Ct = constraint keterampilan dan pengetahuan pengelola, Cm = constraint animo masyarakat, Cj = constraint kejahatan terhadap usaha budidaya teripang, Cs = constraint sedimentasi limbah logam berat.

Apabila faktor pembatas (constraint) tidak dapat diatasi atau sulit dipenuhi maka diberi skor 0 dan jika dapat dipenuhi atau tidak sulit diatasi diberi skor 1, dan jika tidak menjadi kendala maka diberi skor 2. Dengan demikian apabila ranting yang diperoleh untuk masing-masing aspek berbeda antara 5 – 10 maka berarti usaha budidaya teripang prospektif dari aspek teknis, ekonomis dan aspek sosial.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang disajikan yaitu : umur, pendidikan, jumlah dan pengalaman mengusahakan teripang

a. Umur

Umur para pembudidaya teripang di Kecamatan Pomalaa pada tahun 2008 berkisar antara 19 – 60 tahun dengan rata-rata 44,93 tahun. Kelompok umur paling tinggi (84,78 %) adalah umur sama atau kurang dari 55 tahun. Ini berarti bahwa sebagian besar pembudidaya teripang masih berada pada usia produktif.

b. Pendidikan

Responden umumnya memiliki tingkat pendidikan berkisar antara Sekolah Dasar (SD) hingga Sarjana Muda (SM). Tingkat pendidikan responden yang dominan (43,48%) dari para pengusaha teripang adalah tingkat SD sedangkan pendidikan SLTP dan SLTA proporsinya relatif berimbang.

c. Pengalaman Mengelola Usaha Teripang

Dalam penelitian ini pengalaman responden dalam mengelola usaha teripang telah berkisar antara 4 – 26 tahun atau rata-rata 9,89 tahun. Kondisi distribusi pengalaman responden seperti ini menunjukkan pengalaman yang cukup dalam mengelola teripang.

3.2. Deskripsi Usaha Budidaya Teripang

a. Padat Penebaran Teripang yang Dibudidayakan

Jumlah bibit teripang yang ditebar setiap periode produksi berkisar antara 2.500 – 25.000 ekor dengan ukuran 5 – 10 cm

b. Luas Kurungan yang Dikelola

Luas kurungan sebagai tempat memelihara teripang bervariasi antara 1600 meter persegi (40 m x 40 m) sampai 20.000 m2 (100 m x 200 m). Sebagian besar responden (21,79%) mengusahakan teripang dengan kurungan yang luasnya 1600 m2 – 3600 m2, 50% dengan luas 10.000 m2 dan 28,26% mengusahakan teripang dengan kurungan yang luasnya 20.000 m2. Jika total luas kurungan dibagi dengan jumlah responden maka secara rata-rata, luas kurungan untuk setiap responden adalah 11.200 m2.

c. Proses Pemeliharaan

Periode pemeliharaan teripang mulai dari penebaran bibit sampai panen adalah 6 bulan dan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan relatif sedikit yakni hanya terdiri dari : (a) pemberian pakan berupa pupuk kandang, dedak dan makanan ikan; (b) perbaikan kurungan jika ada yang rusak misalnya jaring yang robek atau batu karangnya bergeser, (c) membasmi gangguan hama seperti yang sering masuk ke kurungan yaitu kepiting.

3.3. Analisis Kelayakan Finansial

a. Biaya Pembuatan Kurungan

Komponen biaya untuk pembuatan kurungan pemeliharaan teripang adalah seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Komponen Biaya Pembuatan Kurungan Pemeliharaan Teripang Seluas 11.200 m2 di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Komponen Biaya

Jlh Unit

Harga (Rp/unit)

Total Nilai (Rp)

Umur Ek (Th)

Penyusutan (Rp/Th)

1

Jaring (m2)

1.658,7

5.000

8.293.500

5

1.658.700

2

Patok kayu besi (m)

332

5.000

1.660.000

5

332.000

3

Tali plastik (glng)

11,09

1.500

16.635

5

3.327

4

Tenaga Kerja (HOK)

1,96

25.000

49.000

5

9.800

Jumlah biaya investasi

10.019.135

Total Penyusutan

2.003.827

Hasil perhitungan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa biaya konstruksi kurungan untuk luas rata-rata 11.200 m2 mencapai Rp10.019.135,-. Jumlah ini dipengaruhi oleh harga bahan dan alat yang digunakan oleh pengusaha dalam konstruksi teripang di Kecamatan Pomalaa belum memenuhi standar teknis. Komponen biaya yang relatif besar dalam konstruksi kurungan pemeliharaan teripang di Kecamatan Pomalaa adalah jaring karena selain dibutuhkan dalam jumlah yang besar sebagai dinding kurungan, juga harganya per meter persegi cukup besar. Oleh karena umur ekonomis semua komponen biaya mencapai 5 tahun maka total biaya penyusutan yang harus dikeluarkan oleh pembudidaya setiap tahun adalah sebesar Rp2.003.827,-

b. Biaya Peralatan

Peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam usaha budidaya teripang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Jenis, Harga, Umur Ekonomis dan Penyusutan Peralatan dalam Usaha Teripang di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Jenis Alat

Jlh Unit

Harga (Rp/unit)

Total Nilai (Rp)

Umur Ek (Th)

Penyusutan (Rp/Th)

1

Ember

4

20.000

80.000

5

16.000

2

Baskom

5

30.000

150.000

5

30.000

3

Panci memasak

1

20.000

20.000

5

4.000

4

Para-para jemuran

1

50.000

50.000

5

10.000

Jumlah biaya peralatan

Total Penyusutan

60.000

Pada tabel 2 nampak bahwa biaya peralatan dalam usaha teripang mencapai Rp300.000, dimana komponen yang cukup besar adalah harga waskom yang dipakai untuk mencuci teripang yang telah dipanen. Komponen lainnya yaitu ember untuk mengangkut hasil panen teripang dari laut ke rumah. Berdasarkan nilai serta umur ekonomis dari masing-masing jenis alat yang digunakan maka nilai penyusutan dihitung menjadi Rp60.000,- per tahun.

c. Biaya Operasional

Komponen biaya operasional pada usaha budidaya teripang dalam budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa hanya terdiri dari harga bibit teripang dan biaya tenaga kerja (Tabel 3). Komponen biaya lainnya seperti pakan tambahan atau obat-obatan belum ada, karena pada umumnya responden belum memberikan pakan bagi teripang yang dipeliharanya.

Tabel 3. Komponen Biaya Operasional Budidaya Teripang untuk Satu Kali Proses Produksi di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Komponen Biaya

Jumlah

Harga (Rp/unit)

Total Nilai (Rp)

1

Bibit teripang (ekor)

7.935

500

3.967.500

2

Upah Tenaga Kerja (penjaga)

1 org x 6 bln

100.000

600.000

Jumlah biaya Operasional

4.567.500

Frekuensi produksi budidaya teripang dalam satu tahun adalah dua kali jadi biaya operasional per tahun sebesar Rp9.735.000,- per tahun per luasan 11.200 m2. Tenaga kerja yang digunakan dalam operasional budidaya teripang bertugas menjaga kurungan dari gangguan hama kepiting atau dari kerusakan jika terjadi ombak yang besar.

d. Biaya Pengelolaan Teripang

Biaya pengelolaan teripang terdiri dari tiga komponen utama yaitu harga garam, upah tenaga kerja dan harga kayu bakar (Tabel 4). Nilai dari masing-masing komponen biaya pengolahan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Komponen Biaya Pengolahan Teripang untuk Satu Kali Proses Produksi di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Komponen Biaya

Jumlah

Harga (Rp/unit)

Total Nilai (Rp)

1

Harga garam

72,17

2.000

144.340

2

Upah tenaga kerja

3,70

25.000

92.500

3

Harga kayu bakar

0,66 m3

100.000

66.000

Jumlah biaya pengolahan teripang

302.840

Pada tabel 4, nampak bahwa komponen biaya terbesar dari total biaya pengolahan teripang adalah harga garam yaitu sebesar Rp144.340,-. Garam digunakan untuk mengawetkan teripang yang telah dimasak dan kemudian dikeringkan.

e. Produksi dan Penerimaan

Hasil produksi teripang kering yang diperoleh dalam satu kali proses produksi bervariasi antara 25 – 70 kg atau rata-rata 53,48 kg. Oleh karena dalam setahun dua kali produksi maka jumlah hasil untuk satu tahun rata-rata 106,96 kg. Hasil produksi rata-rata yang dicapai ini relatif rendah karena teknik budidaya yang digunakan masih relatif sederhana. Jika jumlah produksi dikalikan dengan harga teripang per kilogram di Kecamatan Pomalaa senilai Rp350.000,- maka jumlah penerimaan rata-rata mencapai Rp18.718.000,- per satu kali produksi atau Rp37.436.000,- per tahun.

f. Analisis Pendapatan

Berhubung umur ekonomis dari aset-aset utama dalam usaha budidaya teripang di Pomalaa umumnya hanya lima tahun, maka secara teoritis pengaruh waktu terhadap nilai uang masih dapat diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, analisis pendapatan dilakukan secara kerat lintang (cross section) (Martoyo, dkk., 2002). Hasil perhitungan analisis pendapatan berdasarkan data biaya penyusutan konstruksi kurungan, biaya penyusutan peralatan, biaya operasional dan biaya pengolahan teripang dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Teripang di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Uraian

Jumlah (Rp)

1

Nilai Produksi

37.436.000

2

Biaya

6.934.167

a. Penyusutan biaya konstruksi kurungan

2.003.827

b. Penyusutan biaya peralatan

60.000

c. Biaya operasional

4.567.500

d. Biaya pengolahan

302.840

3

Pendapatan (1-2)

30.501.833

4

R/C

5,40

5

Profitability (%)

439,88

Pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya teripang pada tabel 5, mencapai Rp30.501.833,- per tahun atau, jika dikonversi ke luas kurungan 100 m2 maka pendapatan rata-rata= (30.501.833/11.200) x 10.000 = Rp27.233.779,- per tahun atau Rp2.269.482,- per bulan. Jumlah ini cukup besar untuk membiayai bagi para pembudidaya teripang. Namun karena kondisi aktual di lapangan terdapat 21,79% pembudidaya yang hanya mengusahakan teripang dengan luas 1600 - 3600 maka berarti ada sebagian pembudidaya yang hanya memperoleh pendapatan dari usaha teripang sebesar Rp4.357.404 - Rp9.804.160 per tahun atau Rp363.117 - Rp817.013 per bulan.

R/C = 5,40 dan profitabilitas dari penelitian ini mencapai 439,88% maka dapat dikatakan bahwa usaha budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa sangat menguntungkan. R/C = 5.40 mengindikasikan bahwa apabila investasi mencapai satu juta rupiah maka penerimaan kotor akan mencapai 5,4 juta rupiah. Profitabilitas mencapai 439,88% ini mengindikasikan bahwa setiap investasi sebesar 1 rupiah dalam usaha budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa akan menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp4,39 atau Rp4,40.

3.4. Prospek Pengemban­gan

Prospek pengembangan usaha teripang di Kecamatan Pomalaa ditentukan berdasarkan 4 aspek yakni aspek ekonomi, aspek teknis, aspek sosial, dan aspek lingkungan fisik.

a. Prospek Ekonomi

Prospek ekonomi didasarkan pada dua indikator yaitu peluang pemasaran dan skala usaha. Uraian kedua indikator tersebut sebagai berikut.

(1) Pemasaran Hasil

Tempat pemasaran teripang hasil budidaya di Kecamatan Pomalaa adalah pada pedagang pengumpul yang datang ke rumah-rumah pembudidaya teripang. Para pedagang tersebut berasal dari pedagang antar pulau yang ada di Kolaka dan mereka datang secara berkala ke Kecamatan Pomalaa yakni setiap panen. Teripang kering dimasukkan ke dalam karung untuk seterusnya diangkut ke pedagang besar yang ada di Makassar atau Surabaya. Harga pembelian teripang kering hasil budidaya di Kecamatan Pomalaa rata-rata Rp350.000,- per kg pada tahun 2008. Dengan datangnya pembeli ke lokasi budidaya maka para pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya pemasaran.

Permintaan yang cenderung naik dari tahun ke tahun, maka jumlah produksi cenderung meningkat. Makin meningkatnya permintaan teripang di pasaran disebabkan karena teripang dapat diolah menjadi berbagai produk seperti Konoko dan Konowata yang sangat disukai oleh bangsa Jepang. Harganya mencapai US$ 200 per kg pada tahun 2002. Selain itu produk teripang juga dapat sebagai bahan pembuat obat-obatan dan aneka makanan siap saji (Martoyo dkk., 2002)

(2) Skala Usaha

Berdasarkan data biaya dan data produksi yang disajikan sebelumnya maka volume BEP dapat dihitung seperti pada tabel 6 berikut:


Tabel 6. Perhitungan Volume BEP Usaha Budidaya Teripang di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Uraian

Jumlah

1

Biaya tetap per kg teripang (Rp)

2.063.827

2

Biaya Variabel per kg hasil (Rp)

4.870.340

3

Harga jual (Rp/kg)

350.000

4

Volume BEP (kg)

6,78

Untuk mencapai kondisi modal dapat kembali, usaha teripang harus memproduksi minimal 6,78 kg teripang kecil yang siap jual dangan harga Rp350.000,- per kg. Jika volume BEP ini dibandingkan dengan volume produksi yang dicapai sekarang ini rata-rata mencapai 106,96 kg maka volume produksi aktual sekarang ini sudah jauh melampaui volume BEP. Ini berarti bahwa skala produksi yang dilakukan oleh para pengusaha teripang sudah menguntungkan. Berdasarkan data volume produksi aktual yang telah melampaui volume BEP maka usaha teripang di Kecamatan Pomalaa cukup prospektif untuk diteruskan pada masa akan datang.

2. Prospek Teknis

Prospek pangembangan agribisnis teripang di Kecamatan Pomalaa dari aspek teknis dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pembatas dalam Aspek Teknis Usaha Teripang di Kecamatan Pomalaa pada Tahun 2008

No

Parameter Aspek Teknis

Pendapat Responden

Skor

1

Ketersediaan lahan

Tidak menjadi kendala

2

2

Ketersediaan bahan

Tidak menjadi kendala

2

3

Ketersediaan bibit

Tidak menjadi kendala

2

4

Ketersediaan pakan

Tidak menjadi kendala

2

5

Keterjangkauan lokasi

Tidak menjadi kendala

2

Total Skor

10

Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa semua parameter teknis yang berhubungan dengan budidaya teripang dinilai oleh seluruh responden sebagai hal yang tidak menjadi kendala dalam proses pembuatan dan pengelolaan usaha teripang di Kecamatan Pomalaa.


Tabel 8. Hasil Pengamatan Kondisi Perairan Kadar Garam dan pH Air di Lokasi Budidaya Teripang Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Uraian

Kondisi Ideal

Kondisi Aktual

Skor

1

Arus gelombang

Lemah

Lemah

2

2

Kedalaman air

0,25 – 2 meter

0,56 – 2 meter

2

3

Dasar Perairan

Pasir dan Lumpur

Pasir dan Lumpur

2

4

Pasang surut

50 – 100 cm

60 – 98 cm

2

Total Skor

8

c. Prospek Sosial

Prospek pengembangan teripang di Kecamatan Pomalaa didasarkan pada persepsi responden tentang beberapa indikator yang terkait seperti manfaat finansial (Cf), kesesuaian dengan aturan (Ca), keterampilan pengusaha (Ct), minat mengelola usaha teripang (Cm) dan kejahatan terhadap budidaya teripang misalnya pengrusakan atau pencurian (Cj).

Tabel 9. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pembatas dalam Aspek Sosial Usaha Teripang di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008.

No

Parameter Aspek Sosial

Pendapat Responden

Skor

1.

2.

3.

4.

5.

Manfaat finansial (Cf)

Kebijakan Pemerintah (Ca)

Keterampilan Pengusaha (Ct)

Animo Pengusaha (Cm)

Kejahatan terhadap kurungan (Cj)

Tidak menjadi kendala

Menjadi kendala

Tidak menjadi kendala

Tidak menjadi kendala

Tidak menjadi kendala

2

0

2

2

2

Rating

8

Pada Tabel 9, nampak bahwa sebagian besar parameter aspek sosial dipersepsikan oleh responden sebagai hal yang tidak menjadi faktor penghambat atau kendala yang berarti dalam rangka pengelolaan usaha budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa kecuali kebijakan pemerintah yang menetapkan wilayah tersebut sebagai areal pertambangan.

d. Prospek Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya teripang adalah kualitas air yang mencakup kejernihan, suhu, kadar garam, pH, kandungan logam berat, dan limbah dari lingkungan sekitarnya. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air pada lokasi budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa adalah sebagai berikut :


Tabel 10. Analisis Lingkungan Fisik Budidaya Teripang di Kecamatan Pomalaa Tahun 2008

No

Parameter

Ideal

Aktual

Skor

1

Suhu air

24-30oC

24-30oC

1

2

Kadar garam

28-32 ppt

29 ppt

1

3

pH air

6,5 – 8,5

6,75

1

4

Kadar logam berat dalam sedimen

467,71

10282,59 mg/L

0

- Fe

- Ni

60

181,73 mg/L

0

- Co

30

64,52 mg/L

0

5

Kadar logam dalam air

- Fe

0,11

2,18 mg/L

0

- Ni

0,05

0,89 mg/L

0

- Co

0,008

0,92 mg/L

0

6

Kejernihan Air

Jernih

Keruh

0

7.

Limbah tambang

Tdak ada

Lumpur

0

Total Skor

3

Hasil analisis laboratorium terhadap sampel tanah dan air dari lokasi budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa disajikan pada Tabel 10, aspek lingkungan sudah jauh melampaui ambang berbahaya khususnya kandungan logam berat dalam sedimen seperti Fe dan Ni, serta kejernihan air yang sudah rendah (keruh) dan aliran lumpur dari areal pertambangan nikel Kecamatan Pomalaa yang cukup banyak setiap musim hujan. Data-data ini sejalan dengan pendapat seluruh responden yang menilai bahwa dampak dari limbah pertambangan terhadap budidaya teripang akan makin besar dari tahun ke tahun.

Dari data dan uraian tersebut maka skor untuk aspek lingkungan fisik sangat rendah yakni hanya 3 sedangkan skor ideal sebesar 10. Ini berarti bahwa dari segi lingkungan fisik untuk budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka sudah tidak prospektif lagi untuk dikembangkan.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam bab hasil dan pembahasan maka ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut :

a. Budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa layak secara finansial yakni memberikan pendapatan bersih sebesar Rp230.501.833,- per 11.200 m2 kurungan setiap tahun, dengan R/C = 5,4 dan profitabilitas = 439,88 %

b. Dari aspek ekonomi, volume produksi aktual rata-rata usaha teripang sebesar 106,96 kg pertahun dan sudah melampaui titik pulang pokok (BEP) yang sebesar 6,78 kg per tahun. Dari segi teknis dan aspek sosial tidak terdapat kendala, tetapi dari aspek lingkungan fisik, usaha budidaya teripang tidak prospektif lagi karena sudah ada indikasi awal kandungan logam berat yang telah melampaui ambang berbahaya. Oleh karena itu, budidaya teripang di Kecamatan Pomalaa tidak layak lagi untuk dikembangkan.

4.2. Saran

Berhubung lokasi budidaya teripang sudah tidak layak, maka aktivitas budidaya teripang sebaiknya dipindahkan lokasinya ke tempat yang jauh dari lokasi tambang.

DAFTAR PUSTAKA

Djamin, Z. 1993. Perencanaan dan Analisis Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

DKP Kolaka, 2007. Laporan Statistik Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kolaka. Kolaka.

DKP Sultra. 2007. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Budidaya. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari.

Downey, W.D. dan Erickson, S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua. Alih Bahasa : Roehidayat Ganda S dan Alfonsus Serait. Jakarta : Erlangga.

Ibrahim, H.M. Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.

Martoyo J., Nugroho Aji dan Tjahyo Wianto. 2002. Budidaya Teripang. Swadaya. Jakarta.

Rasyid, A.H. 1994. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran. Bandung

Umar, M., 2003. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 2. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis yang Komprehensif. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.

1 komentar:

  1. bagus dan menarik tulisannya bisa diterbitkan di jurnal ilmiah

    BalasHapus

dafsf